Keteladanan al-Imam at-Tirmidzi dalam Menuntut Ilmu
Para pembaca,
semangat tinggi dan pantang menyerah dalam menuntut ilmu merupakan sikap
terpuji yang telah dicontohkan dan diwariskan oleh para ulama pada
setiap generasi. Simaklah penuturan Ibnul Jauzi rahimahullah,
“Para pendahulu dari kalangan ulama memiliki semangat yang tinggi (dalam
menuntut ilmu agama). Bukti akan hal ini ditunjukkan dalam karya ilmiah
mereka yang merupakan inti sari dari perjalanan hidup mereka.” (Lihat Shaidul Khathir)
Dalam edisi ini kita akan mengenal figur al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, hingga mengantarkannya menjadi salah satu tokoh ulama pada zamannya.
Nama dan KelahiranBeliau
Beliau adalah Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahhak as -Sulami adh-Dharir al-Bughi at-Tirmidzi rahimahullah.
As-Sulami adalah penyandaran kepada Bani Sulaim, sebuah kabilah dari Ghailan. Beliau rahimahullah mengalami kebutaan pada kedua matanya, oleh karena itulah digelari dengan adh-Dharir. Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama tentang sejak kapan beliau rahimahullah mengalami kebutaan. Pendapat yang benar adalah bahwa beliau rahimahullah mengalami kebutaan pada saat usia senja.
Beliau rahimahullah dilahirkan pada bulan Dzulhijjah tahun 209 Hijriyah (824 Masehi) di sebuah negeri yang terletak di belakang sungai Jaihun (kini sungai Amu Darya) – dikenal sebagai tempat kelahiran pakar ulama hadits semisal al-Imam al-Bukhari rahimahullah dan al-Imam Muslim rahimahullah – di sebuah kota yang bernama Tirmidz tepatnya di sebuah desa yang bernama Bughi. Jarak antara kampung Bughi dengan kota Tirmidz sekitar 6 farsakh. Beliau rahimahullah adalah seorang hafizh (orang yang menghafal sekurang-kurangnya 100.000 hadits), ahli fikih, seorang yang ‘alim (memiliki ilmu agama yang luas), cerdas, seorang imam (panutan umat), memiliki sifat zuhud dan wara’.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Sejak kecil, beliau rahimahullah sudah gemar mempelajari ilmu agama dan mencari hadits. Untuk kebutuhan tersebut ia pun mengembara ke berbagai negeri seperti Khurasan, Irak (Bashrah, Kufah, Baghdad), Hijaz (Makkah dan Madinah), Wasith dan ar-Ray. Beliau rahimahullah memulai perjalanan menuntut ilmu pada tahun 234 Hijriah.
Dalam lawatannya ke berbagai negeri, beliau rahimahullah banyak mengunjungi para ulama hadits untuk mendengar, menghafal dan mencatat hadits, baik ketika dalam perjalanan atau tiba di suatu tempat.
Setelah menempuh pengembaraan yang panjang, akhirnya beliau rahimahullah kembali ke kota Tirmidz dan wafat di sana.
Beliau rahimahullah memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya adalah:
1. Semangat tinggi dalam menuntut ilmu, hingga tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menuntut ilmu walau dalam kondisi apapun.
2. Memiliki kekuatan hafalan.
Diriwayatkan oleh al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam Siyaru A’lamin Nubala` dan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Tahdzibut Tahzib sebuah kisah dari Ahmad bin ‘Abdillah bin Abi Dawud bahwasanya ia berkata, “Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi rahimahullah berkata, ‘Suatu ketika saya sedang dalam perjalanan menuju Makkah. Dan ketika itu saya telah menulis dua jilid kitab berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh (guru). (secara kebetulan) Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya pun bertanya perihal syaikh tersebut. Mereka menjawab bahwa dia lah orang yang saya maksud. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa dua jilid kitab itu ada padaku. Ternyata yang saya bawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengannya, saya memohon untuk mendengar hadits darinya. Dan ia pun mengabulkan permohonan tersebut. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan apa pun. Demi melihat hal ini, ia berkata, ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ Lalu aku pun menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ Suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi, ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar ia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang gharib (asing), lalu berkata, ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar, ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.” Al-Imam al-Bukhari rahimahullah sendiri pernah mencatat hadits dari beliau.
Di antara guru-guru beliau adalah al-Imam al-Bukhari, al-Imam Muslim, al-Imam Abu Dawud, Qutaibah bin Said, Ishaq bin Rahuyah, Abu Kuraib dll. Kemudian di antara murid-murid beliau adalah Abu Bakar Ahmad bin Ismail as-Samarqandi, Abu Hamid Ahmad bin Abdillah al-Marwazi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, al-Husain bin Yusuf al-Farabri dll.
Nama dan KelahiranBeliau
Beliau adalah Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahhak as -Sulami adh-Dharir al-Bughi at-Tirmidzi rahimahullah.
As-Sulami adalah penyandaran kepada Bani Sulaim, sebuah kabilah dari Ghailan. Beliau rahimahullah mengalami kebutaan pada kedua matanya, oleh karena itulah digelari dengan adh-Dharir. Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama tentang sejak kapan beliau rahimahullah mengalami kebutaan. Pendapat yang benar adalah bahwa beliau rahimahullah mengalami kebutaan pada saat usia senja.
Beliau rahimahullah dilahirkan pada bulan Dzulhijjah tahun 209 Hijriyah (824 Masehi) di sebuah negeri yang terletak di belakang sungai Jaihun (kini sungai Amu Darya) – dikenal sebagai tempat kelahiran pakar ulama hadits semisal al-Imam al-Bukhari rahimahullah dan al-Imam Muslim rahimahullah – di sebuah kota yang bernama Tirmidz tepatnya di sebuah desa yang bernama Bughi. Jarak antara kampung Bughi dengan kota Tirmidz sekitar 6 farsakh. Beliau rahimahullah adalah seorang hafizh (orang yang menghafal sekurang-kurangnya 100.000 hadits), ahli fikih, seorang yang ‘alim (memiliki ilmu agama yang luas), cerdas, seorang imam (panutan umat), memiliki sifat zuhud dan wara’.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Sejak kecil, beliau rahimahullah sudah gemar mempelajari ilmu agama dan mencari hadits. Untuk kebutuhan tersebut ia pun mengembara ke berbagai negeri seperti Khurasan, Irak (Bashrah, Kufah, Baghdad), Hijaz (Makkah dan Madinah), Wasith dan ar-Ray. Beliau rahimahullah memulai perjalanan menuntut ilmu pada tahun 234 Hijriah.
Dalam lawatannya ke berbagai negeri, beliau rahimahullah banyak mengunjungi para ulama hadits untuk mendengar, menghafal dan mencatat hadits, baik ketika dalam perjalanan atau tiba di suatu tempat.
Setelah menempuh pengembaraan yang panjang, akhirnya beliau rahimahullah kembali ke kota Tirmidz dan wafat di sana.
Beliau rahimahullah memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya adalah:
1. Semangat tinggi dalam menuntut ilmu, hingga tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menuntut ilmu walau dalam kondisi apapun.
2. Memiliki kekuatan hafalan.
Diriwayatkan oleh al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam Siyaru A’lamin Nubala` dan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Tahdzibut Tahzib sebuah kisah dari Ahmad bin ‘Abdillah bin Abi Dawud bahwasanya ia berkata, “Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi rahimahullah berkata, ‘Suatu ketika saya sedang dalam perjalanan menuju Makkah. Dan ketika itu saya telah menulis dua jilid kitab berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh (guru). (secara kebetulan) Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya pun bertanya perihal syaikh tersebut. Mereka menjawab bahwa dia lah orang yang saya maksud. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa dua jilid kitab itu ada padaku. Ternyata yang saya bawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengannya, saya memohon untuk mendengar hadits darinya. Dan ia pun mengabulkan permohonan tersebut. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan apa pun. Demi melihat hal ini, ia berkata, ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ Lalu aku pun menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ Suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi, ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar ia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang gharib (asing), lalu berkata, ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar, ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.” Al-Imam al-Bukhari rahimahullah sendiri pernah mencatat hadits dari beliau.
Di antara guru-guru beliau adalah al-Imam al-Bukhari, al-Imam Muslim, al-Imam Abu Dawud, Qutaibah bin Said, Ishaq bin Rahuyah, Abu Kuraib dll. Kemudian di antara murid-murid beliau adalah Abu Bakar Ahmad bin Ismail as-Samarqandi, Abu Hamid Ahmad bin Abdillah al-Marwazi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, al-Husain bin Yusuf al-Farabri dll.
Pengertian Frasa - "Frasa" itu
adalah judul dari artikel kita kali ini. Apakah teman teman tahu apa
arti ( definisi ) frasa itu? apa konstruksi, kategori, kelas, macam dari
frasa itu? Apakah teman teman tahu? semua itu akan kamu bahas dalam
artikel dibawah ini. Pastikan teman teman benar benar membaca arikel "
Frasa "ini ^_^.
Prakata Menuju Pengertian ( definisi ) Frasa
Kalimat terdiri atas beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut terdiri atas satu kata atau lebih. Satuan pembentuk kalimat tersebut menempati fungsi tertentu. Fungsi yang dimaksud yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel.), dan Keterangan (Ket.).
Fungsi-fungsi tersebut boleh ada atau tidak dalam suatu kalimat. Fungsi yang wajib ada yaitu subjek dan predikat. Fungsi dalam kalimat dapat terdiri atas kata, frasa, maupun klausa.
Definisi frasa
Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa:
Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di perpustakaan.
Perhatikan penjabaran fungsi kalimat di atas!
Prakata Menuju Pengertian ( definisi ) Frasa
Kalimat terdiri atas beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut terdiri atas satu kata atau lebih. Satuan pembentuk kalimat tersebut menempati fungsi tertentu. Fungsi yang dimaksud yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel.), dan Keterangan (Ket.).
Fungsi-fungsi tersebut boleh ada atau tidak dalam suatu kalimat. Fungsi yang wajib ada yaitu subjek dan predikat. Fungsi dalam kalimat dapat terdiri atas kata, frasa, maupun klausa.
Definisi frasa
Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa:
Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di perpustakaan.
Perhatikan penjabaran fungsi kalimat di atas!
Dua orang mahasiswa sedang membaca di perpustakaan.
S P Ket. tempat
Kalimat di atas terdiri atas tiga frasa yaitu dua orang mahasiswa, sedang membaca, dan di perpustakaan.
Jadi, frasa memiliki sifat sebagai berikut.
1. Frasa terdiri atas dua kata atau lebih.
2. Frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.
A. Kategori Frasa
1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau setara.
Contoh:
Saya dan adik makan-makan dan minum-minum di taman depan.
Frasa saya dan adik adalah frasa setara sebab antara unsur saya dan unsur adik mempunyai kedudukan yang setara atau tidak saling menjelaskan. Demikian juga frasa makan-makan dan minumminum termasuk frasa setara. Frasa setara ditandai oleh adanya kata dan atau atau di antara kedua unsurnya. Selain frasa setara, ada pula frasa bertingkat. Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.
Contoh:
Ayah akan pergi nanti malam.
Frasa nanti malam terdiri atas unsur atribut dan inti.
2. Frasa Idiomatik
Perhatikan kata-kata bercetak miring berikut!
1) Dalam peristiwa kebakaran kemarin seorang penjaga toko menjadi kambing hitam.
2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor kambing hitam.
Kalimat 1) dan 2) menggunakan frasa yang sama yaitu frasa kambing hitam. Kambing hitam pada kalimat 1) bermakna orang yang dipersalahkan dalam suatu peristiwa , sedangkan dalam kalimat 2) bermakna seekor kambing yang warna bulunya hitam .
Makna kambing hitam pada kalimat 1) tidak ada kaitannya dengan makna kata kambing dan kata hitam. Frasa yang maknanya tidak dapat dirunut atau dijelaskan berdasarkan makna kata-kata yang membentuknya dinamakan frasa idiomatik.
B. Konstruksi Frasa
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.
Perhatikan kalimat berikut!
- Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.
Kalimat di atas terdiri atas frasa kedua saudagar itu, telah mengadakan, dan jual beli. Menurut distribusinya, frasa kedua saudagar itu dan telah mengadakan merupakan frasa endosentrik. Sebaliknya, frasa jual beli merupakan frasa eksosentrik.
Frasa kedua saudagar itu dapat diwakili kata saudagar. Kata saudagar adalah inti frasa bertingkat kedua saudagar itu. Demikian juga frasa telah mengadakan dapat diwakili kata mengadakan. Akan tetapi, frasa jual beli tidak dapat diwakili baik oleh kata jual maupun kata beli. Hal ini disebabkan frasa jual beli tidak memiliki distribusi yang sama dengan kata jual dan kata beli. Kedua kata tersebut merupakan inti sehingga mempunyai kedudukan yang sama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa frasa kedua saudagar itu berdistribusi sama dengan frasa saudagar itu dan kata saudagar. Frasa telah mengadakan berdistribusi sama dengan mengadakan. Frasa yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya dinamakan frasa endosentrik. Frasa yang distribusinya tidak sama dengan salah satu atau semua unsurnya disebut frasa eksosentrik. Frasa jual beli termasuk frasa eksosentrik karena baik kata jual maupun kata beli tidak dapat menggantikan jual beli.
Frasa endosentrik meliputi beberapa macam frasa :
1. Frasa Endosentrik yang Koordinatif
Frasa ini dihubungkan dengan kata dan dan atau.
Contoh:
Pintu dan jendelanya sedang dicat.
2. Frasa Endosentrik yang Atributif
Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.
Contoh:
Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.
3. Frasa Endosentrik yang Apositif
Secara semantik unsur yang satu pada frasa endosentrik apositif mempunyai makna sama dengan unsur yang lain. Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat, sedangkan unsur keterangan merupakan aposisi.
Contoh:
S P Ket. tempat
Kalimat di atas terdiri atas tiga frasa yaitu dua orang mahasiswa, sedang membaca, dan di perpustakaan.
Jadi, frasa memiliki sifat sebagai berikut.
1. Frasa terdiri atas dua kata atau lebih.
2. Frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.
A. Kategori Frasa
1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau setara.
Contoh:
Saya dan adik makan-makan dan minum-minum di taman depan.
Frasa saya dan adik adalah frasa setara sebab antara unsur saya dan unsur adik mempunyai kedudukan yang setara atau tidak saling menjelaskan. Demikian juga frasa makan-makan dan minumminum termasuk frasa setara. Frasa setara ditandai oleh adanya kata dan atau atau di antara kedua unsurnya. Selain frasa setara, ada pula frasa bertingkat. Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.
Contoh:
Ayah akan pergi nanti malam.
Frasa nanti malam terdiri atas unsur atribut dan inti.
2. Frasa Idiomatik
Perhatikan kata-kata bercetak miring berikut!
1) Dalam peristiwa kebakaran kemarin seorang penjaga toko menjadi kambing hitam.
2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor kambing hitam.
Kalimat 1) dan 2) menggunakan frasa yang sama yaitu frasa kambing hitam. Kambing hitam pada kalimat 1) bermakna orang yang dipersalahkan dalam suatu peristiwa , sedangkan dalam kalimat 2) bermakna seekor kambing yang warna bulunya hitam .
Makna kambing hitam pada kalimat 1) tidak ada kaitannya dengan makna kata kambing dan kata hitam. Frasa yang maknanya tidak dapat dirunut atau dijelaskan berdasarkan makna kata-kata yang membentuknya dinamakan frasa idiomatik.
B. Konstruksi Frasa
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.
Perhatikan kalimat berikut!
- Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.
Kalimat di atas terdiri atas frasa kedua saudagar itu, telah mengadakan, dan jual beli. Menurut distribusinya, frasa kedua saudagar itu dan telah mengadakan merupakan frasa endosentrik. Sebaliknya, frasa jual beli merupakan frasa eksosentrik.
Frasa kedua saudagar itu dapat diwakili kata saudagar. Kata saudagar adalah inti frasa bertingkat kedua saudagar itu. Demikian juga frasa telah mengadakan dapat diwakili kata mengadakan. Akan tetapi, frasa jual beli tidak dapat diwakili baik oleh kata jual maupun kata beli. Hal ini disebabkan frasa jual beli tidak memiliki distribusi yang sama dengan kata jual dan kata beli. Kedua kata tersebut merupakan inti sehingga mempunyai kedudukan yang sama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa frasa kedua saudagar itu berdistribusi sama dengan frasa saudagar itu dan kata saudagar. Frasa telah mengadakan berdistribusi sama dengan mengadakan. Frasa yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya dinamakan frasa endosentrik. Frasa yang distribusinya tidak sama dengan salah satu atau semua unsurnya disebut frasa eksosentrik. Frasa jual beli termasuk frasa eksosentrik karena baik kata jual maupun kata beli tidak dapat menggantikan jual beli.
Frasa endosentrik meliputi beberapa macam frasa :
1. Frasa Endosentrik yang Koordinatif
Frasa ini dihubungkan dengan kata dan dan atau.
Contoh:
Pintu dan jendelanya sedang dicat.
2. Frasa Endosentrik yang Atributif
Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.
Contoh:
Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.
3. Frasa Endosentrik yang Apositif
Secara semantik unsur yang satu pada frasa endosentrik apositif mempunyai makna sama dengan unsur yang lain. Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat, sedangkan unsur keterangan merupakan aposisi.
Contoh:
Alfia, putri Pak Bambang, berhasil menjadi pelajar teladan.
C. Kelas Frasa
Frasa dibagi menjadi enam kelas kata. Pembagian frasa meliputi frasa benda, kerja, sifat, keterangan, bilangan, dan depan.
1. Frasa Benda atau Frasa Nomina
Frasa benda atau frasa nomina adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata benda. Unsur pusat frasa benda yaitu kata
benda.
Contoh:
a. Dita menerima hadiah ulang tahun.
b. Dita menerima hadiah.
Frasa hadiah ulang tahun dalam kalimat distribusinya sama dengan kata benda hadiah. Oleh karena itu, frasa hadiah ulang tahun
termasuk frasa benda atau frasa nomina.
2. Frasa Kerja atau Frasa Verba
Frasa kerja atau frasa verba adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata kerja atau verba.
Contoh:
Adik sejak tadi akan menulis dengan pensil baru.
Frasa akan menulis adalah frasa kerja karena distribusinya sama dengan kata kerja menulis dan unsur pusatnya kata kerja, yaitu menulis.
3. Frasa Sifat atau Frasa Adjektiva
Frasa sifat atau adjektiva adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata sifat. Frasa sifat mempunyai inti berupa kata sifat. Kesamaan distribusi itu dapat dilihat pada jajaran berikut.
Contoh:
a. Lukisan yang dipamerkan itu memang bagus-bagus.
b. Lukisan yang dipamerkan itu – bagus-bagus.
4. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia
Frasa keterangan adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan.
a. Frasa keterangan sebagai keterangan.
Frasa keterangan biasanya mempunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai keterangan. Oleh karena itu, frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
Contoh:
1) Tidak biasanya dia pulang larut malam.
2) Dia tidak biasanya pulang larut malam.
3) Dia pulang larut malam tidak biasanya.
b. Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.
Contoh:
Saya tidak hanya bertanya, tetapi juga mengusulkan sesuatu.
5. Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia
Frasa bilangan adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata bilangan. Pada umumnya frasa bilangan atau frasa numeralia
dibentuk dengan menambahkan kata penggolong atau kata bantu bilangan.
Contoh:
Dua orang serdadu menghampirinya ke tempat itu.
6. Frasa Depan atau Frasa Preposisional
Frasa depan adalah frasa yang terdiri atas kata depan dengan kata lain sebagai unsur penjelas.
Contoh:
Laki-laki di depan itu mengajukan pertanyaan kepada pembicara.
D. Frasa yang Bersifat Ambigu
Ambiguitas terkadang ditemui dalam susunan frasa. Ambiguitas berarti kegandaan makna.
Contoh:
Kambing hitam dan mobil tetangga baru.
Frasa kambing hitam dapat mempunyai dua makna, yakni kambing yang berbulu (berwarna) hitam dan sebuah ungkapan yang berarti orang yang dipersalahkan. Frasa mobil tetangga baru juga dapat memiliki dua makna, yakni yang baru adalah mobil (milik tetangga) dan yang baru adalah tetangga (bukan mobilnya). Frasa ambigu akan menjadi jelas jika digunakan dalam kalimat.
Demikian artikel "Definisi, jenis & macam Frasa" ini saya susun teman teman. semoga apa yang telah kita pelajari beberapa saat yang lalu dapat bermanfaat untuk kita semua.
Artikel ini saya ambil dari Buku Bahasa Indonesia ( BSE ) " Terampil Berbahasa Indonesia 2 " karangan Gunawan Budi Santoso, Wendi Widya R.D, Uti Darmawati. Semoga Apa yang mereka tulis dapat dicerna oleh teman teman semua ^_^
Pesan yang hendak disampaikan sentra-edukasi.com adalah "Mari kita gunakan BSE!, Siapa bilang BSE tidak bermutu ^_^, MAri kita mudahkan pencarian informasi untuk pendidikan!!!"
0 komentar:
Posting Komentar